Hubungan Karakteristik Sikap dan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif (kode087)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas dan pemeliharaan status kesehatan holistik Sumber Daya Manusia (SDM) dimulai sejak janin, bayi, anak, remaja, dewasa, sampai usia lanjut, atau dikenal dengan sepanjang siklus kehidupan. Setiap tahap dari siklus tersebut, manusia menghadapi berbagai masalah yang berbeda khususnya masalah gizi yang harus diatasi dengan cepat dan tepat waktu. Salah satu upaya untuk memperoleh tumbuh kembang yang baik adalah dengan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur 24 bulan. Oleh karena itu menyiapkan dan mengajarkan ibu agar dapat memberikan ASI merupakan bagian dari upaya peningkatan SDM. Karena bayi dan anak lebih sehat sehingga akan menurunkan angka kesakitan sekaligus meningkatkan kualitas SDM yang bersangkutan di tahap berikutnya (DEPKES RI, 2005).
Salah satu pengalaman yang berharga yang dialami ibu dan bayi adalah menyusui bayi secara Eksklusif. Sayangnya tidak semua ibu menyadari akan pentingnya pemberian ASI Eksklusif tersebut. ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi untuk tumbuh kembangnya, disamping itu juga mengandung antibodi yang akan membantu bayi membangun sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. Pemberian ASI Eksklusif juga dapat menciptakan iklim psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Dalam era globalisasi banyak ibu yang bekerja, keadaan ini sering menjadi kendala bagi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sehingga pemberian ASI Eksklusif mungkin tidak tercapai (Mardiati, 2008).
Hak bayi mendapatkan ASI diartikan mendapat ASI sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 2001, yaitu bayi mendapat ASI Eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih (IDAI Cabang DKI Jakarta, 2008).
Praktek pemberian ASI di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun dari kematian dan kesakitan, atas dasar tersebut World Health Organitation (WHO) merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI sampai bayi 6 bulan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan 1, 3 juta bayi diseluruh dunia dapat diselamatkan dari kematian dengan pemberian ASI Eksklusif (DEPKES RI, 2005). Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40 % jika bayi tersebut tidak disusui, untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian meningkat menjadi 48 % (Roesli, 2008).
Pemberian ASI secara Eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13 %. Pemberian makanan pendamping ASI pada saat 6 bulan dan jumlah yang tepat dapat mencegah kematian bayi sebanyak 6 % sehingga pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai lebih 2 tahun bersama makanan pendamping ASI yang tepat dapat mencegah kematian balita sebanyak 19 % (Suradi, 2008).
Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 dan 1997 dilaporkan bahwa para ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dibawah 4 bulan baru mencapai 47 % dan 52 %. Angka ini jauh dari target yang harus dicapai dalam Repelita VI yaitu sebesar 80 %. Untuk mencapai target ini perlu usaha yang keras melalui penyuluhan kepada masyarakat luas (Purnamawati, 2003).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 dan 2002, lebih dari 95 % ibu pernah menyusui bayinya. Tapi, jumlah ibu yang menyusui dini (IMD), cenderung menurun 8 % pada tahun 1997 menjadi 3,7 % pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan juga menurun dari 42,4% pada tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002 (AIMI, 2005).
Pemberian ASI Eksklusif di daerah perkotaan lebih rendah 44,3 % dibandingkan pedesaan. Proporsi pemberian ASI pada bayi kelompok usia 0 bulan 73,1 %, 1 bulan 55,5%, 2 bulan 43%, 3 bulan 36 % dan kelompok usia 4 bulan 16,7 %. Dengan bertambahnya usia bayi terjadi penurunan pola pemberian ASI sebesar 1,3 kali atau sebesar 77, 2%. Hal ini memberikan adanya hubungan antara pemberian ASI dengan sosial ekonomi ibu dimana ibu mempunyai sosial ekonomi rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi. Bertambahnya pendapatan keluarga atau status sosial yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan pemberian susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan untuk menyusui bayi dalam waktu yang lama (Purnawati, 2003).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2010 jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif 19,89 % dengan jumlah 5.887 bayi dari jumlah bayi 0-6 bulan yang berjumlah 29.591 bayi dari 25 Puskesmas. Sedangkan data pemberian ASI Eksklusif berdasarkan data kinerja Puskesmas tahun 2010 adalah 5,74% dari target 60 % dengan jumlah 116 bayi dari 2.020 bayi, dimana ada sedikit peningkatan dari pada tahun 2009 ada 51 (7,22%). Cakupan ASI Eksklusif khususnya di desa tahun 2010 adalah sebesar 4,38% dari 276 bayi. Alasan utama terjadi peningkatan pemberian susu formula adalah karena ibu bekerja, sehingga sedini mungkin bayi sudah dikenalkan dengan susu formula dengan harapan jika masa cuti ibu habis, bayi sudah terbiasa dengan susu formula, disamping semakin gencarnya promosi susu formula (Profil PKM, 2010).
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan masih rendahnya tingkat pemberian ASI Eksklusif oleh ibu pada bayinya. Dalam teori Lawrence Green (Notoatmodjo,2003) kesehatan individu / masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan berbagai faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor, berbagai faktor predisposisi (presdiposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, norma sosial, dan bentuk lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat atau kelompok peers / sesama ibu menyusui. Dalam teori Lawrence Green juga dikatakan bahwa promosi kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya (Hariweni, 2003). Oleh karena itu, sebagai upaya untuk lebih mengetahui dan memahami bagaimana tingkat pemberian ASI Eksklusif yang diberikan oleh ibu pada bayinya maka dilakukan penelitian “Hubungan Karakteristik, Sikap dan Pengetahuan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Wilayah Kerja Puskesmas”.

B. Rumusan Masalah
Adakah Hubungan Karakteristik, Sikap dan Pengetahuan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Wilayah Kerja Puskesmas?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan karakteristik, sikap dan pengetahuan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa Wilayah Kerja Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan umur ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.
b. Mengetahui hubungan pendidikan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.
c. Mengetahui hubungan pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.
d. Mengetahui hubungan pendapatan keluarga ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.
e. Mengetahui hubungan sikap ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.
f. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.

D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi informasi bagi petugas kesehatan dan bahan masukan bagi pimpinan Puskesmas untuk menentukan langkah dalam meningkatkan pemberian ASI Eksklusif.
2. Dijadikan bahan masukan bagi Fakultas Kedokteran dan sebagai tambahan informasi dan referensi untuk memperkaya pustaka institusi.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul